Juli 11, 2014

di atas rel kereta api

Seorang anak manusia duduk terdiam. Pandangannya kosong menatap jendela kaca kereta yang gelap gulita mencerminkan gelapnya malam di luar sana. Kereta ekonomi terus melaju dengan goncangan dan bunyi mesinnya yang khas. Seakan bisingnya suara kereta tidak mengusik lamunan anak itu. Apa gerangan yang dipikirkannya?

Kereta melintasi tanah parahyangan menembus gelapnya malam. Tidak sedetik pun mata anak itu tertutup. Pandangannya terus kosong menatap jendela. Perlahan air mata menetes di pipi bulat kemerahannya. Dengan cepat dia mengusap sambil melihat sekelilingnya dimana orang-orang di samping dan depannya sudah terlelap di tengah malam buta itu. Dia pun mengecek jam tangan casio-nya, ternyata jarum menunjukkan pukul 2 pagi. Tidak ada kantuk yang mengampiri pelupuk matanya.

"Datanglah kantuk. Datanglah dan bawa aku ke dunia mimpi. Buatlah aku lupa padanya barang sekejap saja." Kata anak itu dalam hati.

Tapi tetap saja kantuk tak menghampirinya. Dia pun tak tahan lagi. Diambilnya handphone-nya dalam saku. Jarinya menuju menu gallery dan masuk menuju folder dengan nama "sahabat selamanya". Nafasnya tercekat ketika folder terbuka dan menampilkan foto-foto sekelompok anak laki-laki. Dilihatnya satu persatu foto tersebut. Ada dua orang anak lelaki usia 5 tahunan sedang menaiki sepeda di depan sebuah rumah. Foto tersebut terlihat seperti foto dalam bentuk hard difoto kembali menggunakan kamera handphone. Salah seorang anak dalam foto itu adalah dirinya.
Lalu dia menggeser foto pertama pada layar handphone screentouch-nya. Muncullah foto kedua. Dua anak lelaki seusia anak kelas 4 SD saling berangkulan. Anak lelaki yang satu memegang layangan merah putih dan versi kecil dirinya mengacungkan jempol layaknya logo salah satu stasiun televisi swasta yang terkenal pada zaman itu.

Foto ketiga adalah foto dua anak remaja laki-laki yang sedang bermain gitar. Keduanya menampilkan senyum lebar dan terasa bahagia sekali dapat memainkan lagu kesukaan mereka dengan gitar tersebut.

Foto keempat menampilkan dua pemuda di sebuah lapangan basket dengan bola basket berada pada tangan versi muda anak itu. Sedangkan temannya terlihat sedang minum es limun yang dibungkus kantong plastik bening dan sedotan merah untuk menghisap limun.
Dia mencoba menggeser layar handphonenya untuk menampilkan foto selanjutnya pada folder tersebut. Tapi layar tetap terdiam menandakan foto keempat adalah foto terakhir.
Hatinya perih seolah tersayat. Pikirannya melayang tak karuan.

"Jika kejadian itu tak pernah terjadi, pasti sekarang di sampingku duduk sahabatku yang paling berharga," gumamnya dalam hati sambil tanpa sadar tangannya terkepal. "Sekarang ini seharusnya Kau duduk disampingku. Kita berangkat bersama menuju kota impian kita untuk menuntut ilmu. Kota di tanah Jawa, tempat pelajar berkumpul dan menimba pengetahuan sembari dimanjakan budaya serta suasana hangat kota itu. Seharusnya Kau di sini bersamaku, kawan!" Kepalan tangannya menguat dan tanpa disadari air mata mulai menetes lagi di pipinya.
Air mata itu ia usap kembali. Dia mengambil ipad di tas ranselnya. Tangannya menuju google chrome dan mengetikkan alamat web sebuah koran elektronik. Dia cari berita 6 bulan yang lalu. Dan ketemulah artikel yang dicarinya.

"Naas, seorang pelajar SMA dikeroyok dan dilempar dari atas kereta api"

Judul artikel yang membuat dadanya serasa tertusuk dan tercabik. Tak sanggup dia untuk membaca isi artikel itu. Tak sanggup dia membayangkan bagaimana kekerasan yang dialami sahabat yang sudah seperti saudara baginya hingga kehilangan nyawanya. Itulah sebabnya, itulah mengapa dia begitu tak suka bepergian menggunakan kereta api. Karena kereta api menjadi saksi mata apa yang terjadi pada sahabatnya. Dan tanpa bisa ditahan diapun seolah ikut menyaksikan kejadian itu.

Tapi hari ini dia memutuskan untuk mengakhiri kebenciannya terhadap kereta api. Biarlah kereta api menjadi saksi mata meninggalnya sahabat yang sangat ia cintai, yang telah mengucap janji untuk menunaikan pendidikan bersama di kota impian mereka. Dia sadar, sekarang saatnya dia melanjutkan sendiri impian yang telah mereka bangun.

Pukul 4.30 pagi kereta berhenti di Stasiun Lempuyangan. Para penumpang kereta sudah mulai terbangun dan bersiap untuk turun. Anak itu pun mengambil tas ransel dari bawah tempat duduknya, kemudian mengantri berjalan menuju pintu kereta. Kakinya melangkah ke tanah Jawa, dan dia pun tersenyum. Inilah tanah impian yang akan mengantarnya menuju pendidikan yang gemilang dan masa depan yang cemerlang. Baginya mimpi itu bukan hanya miliknya, tetapi mimpi bersama sahabatnya yang sudah dulu diambil oleh Sang Pencipta yang lebih mencintainya.

--kisah ini terinspirasi oleh film indie tahun 2000-an dengan judul yang sama yang menceritakan bagaimana kekerasan yang terjadi pada seorang pelajar SMA di atas rel kereta api--

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Chocoffe